Cabai rawit dikonsumsi buahnya, maka selain upaya menjaga ketersediaan produksi juga perlu diperhatikan peningkatan mutu produk untuk keamanan dikonsumsi, antara lain budidayanya menggunakan pupuk dan pestisida organik.
Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian atau seluruhnya berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa yang manfaatnya untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Secara umum pupuk organik dibedakan berdasarkan bentuk dan bahan pembuatannya. Dilihat dari segi bentuk, terdiri dari pupuk organik cair dan padat. Sedangkan dilihat dari bahan pembuatannya terdiri dari pupuk hijau, pupuk kandang dan pupuk kompos.
a.
Pupuk hijau, merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan tanaman, baik
tanaman sisa panen maupun tanaman yang sengaja ditanam untuk diambil
hijauannya. Tanaman yang biasa digunakan untuk pupuk hijau diantaranya
turi, lamtoro, orok-orok dan tanaman kacang-kacangan, sengon untuk di
lahan kering. Terutama tanaman kacang-kacangan dipilih karena memiliki
kandungan hara, khususnya nitrogen yang tinggi dan cepat terurai dalam
tanah. Penggunaan pupuk hijau bisa langsung dibenamkan kedalam tanah
atau melalui proses pengomposan. Petani biasanya menanam tanaman yang
biasa untuk pupuk hijau sebagai pagar kebun, di saat-saat tertentu
tanaman pagar tersebut dipangkas untuk diambil hijauannya yang bisa
langsung ditaruh pada tanah sebagai pupuk.
b. Pupuk kandang, yaitu pupuk yang berasal dari kotoran hewan seperti unggas, sapi, kerbau dan kambing. Kotoran hewan yang kencing, seperti sapi, kerbau dan kambing, cocok digunakan untuk tanaman yang diambil buahnya, sehingga cocok juga untuk tanaman cabai. Kotoran hewan yang kencing ini waktu penguraiannya relatif lebih lama, kandungan nitrogen lebih rendah, namun kaya akan fosfor dan kalium. Kotoran hewan sebelum digunakan sebagai pupuk agar didiamkan sampai keadaannya kering dan matang. Pupuk kandang proses pembuatannya mudah dan tidak memerlukan proses pembuatan yang panjang seperti kompos. Pupuk kandang banyak dipakai sebagai pupuk dasar yang dicampurkan dengan tanam sebelum tanam.
c. Pupuk kompos, adalah pupuk yang dihasilkan dari pelapukan bahan organik melalui proses biologis dengan bantuan organisme pengurai bisa berupa mikroorganisme maupun makroorganisme. Mikroorganisme dapat berupa bakteri atau jamur, sedangkan makroorganisme seperti cacing tanah. Pupuk kompos dapat dibuat dengan proses pembuatannya aerob (melibatkan udara) atau proses anaerob (tidak melibatkan udara).
Teknologi pengomposan sudah berkembang pesat, sehingga pupuk kompos banyak ragamnya, misalnya pupuk bokashi, vermikompos, pupuk organik cair dan pupuk organik tablet. Pupuk kompos bisa dibuat dengan mudah, bahkan beberapa tipe pupuk kompos bisa dibuat sendiri dari limbah rumah tangga, seperti pupuk bokashi.
b. Pupuk kandang, yaitu pupuk yang berasal dari kotoran hewan seperti unggas, sapi, kerbau dan kambing. Kotoran hewan yang kencing, seperti sapi, kerbau dan kambing, cocok digunakan untuk tanaman yang diambil buahnya, sehingga cocok juga untuk tanaman cabai. Kotoran hewan yang kencing ini waktu penguraiannya relatif lebih lama, kandungan nitrogen lebih rendah, namun kaya akan fosfor dan kalium. Kotoran hewan sebelum digunakan sebagai pupuk agar didiamkan sampai keadaannya kering dan matang. Pupuk kandang proses pembuatannya mudah dan tidak memerlukan proses pembuatan yang panjang seperti kompos. Pupuk kandang banyak dipakai sebagai pupuk dasar yang dicampurkan dengan tanam sebelum tanam.
c. Pupuk kompos, adalah pupuk yang dihasilkan dari pelapukan bahan organik melalui proses biologis dengan bantuan organisme pengurai bisa berupa mikroorganisme maupun makroorganisme. Mikroorganisme dapat berupa bakteri atau jamur, sedangkan makroorganisme seperti cacing tanah. Pupuk kompos dapat dibuat dengan proses pembuatannya aerob (melibatkan udara) atau proses anaerob (tidak melibatkan udara).
Teknologi pengomposan sudah berkembang pesat, sehingga pupuk kompos banyak ragamnya, misalnya pupuk bokashi, vermikompos, pupuk organik cair dan pupuk organik tablet. Pupuk kompos bisa dibuat dengan mudah, bahkan beberapa tipe pupuk kompos bisa dibuat sendiri dari limbah rumah tangga, seperti pupuk bokashi.
Pestisida organik
Pestisida organik adalah obat-obatan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang dibuat dari bahan-bahan organik atau alami, seperti tumbuhan-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Oleh karena dibuat dari bahan-bahan organik yang terdapat di alam bebas, maka residunya mudah terurai dan mudah hilang sehingga lebih ramah lingkungan, tidak mencemarkan lingkungan, dan relatif aman bagi kesehatan manusia dan ternak. Pestisida organik digunakan jika sudah terdapat hama atau ada tanaman yang rusak, jika hanya terdapat sedikit kerusakan tanaman belum perlu digunakan.
Contoh pestisida organik untuk membasmi hama yang sering menyerah tanaman cabai, antara lain: lalat buah, trips, tungau, kutu kebul, dan penggorok daun jenis ulat. Bahan- bahannya: 1 ons bawang putih, 1 ons kunyit, 3 ons lengkuas, 3 batang sereh, dan merica secukupnya. Cara membuat: semua bahan ditumbuk atau dilumatkan sampai hancur, tambahkan air 1 liter dan didihkan sebentar. Setelah selesai pindahkan ke dalam wadah dan tambahkan sabun cuci yang biasa kita gunakan untuk mencuci piring secukupnya, aduk sampai rata, kemudian dinginkan. Lalu disaring dengan kain halus, agar tidak menyumbat semprotan, jadilah pestisida organik buatan sendiri yang dapat digunakan. Cara menggunakan: setiap 100 - 200 cc pestisida organik buatan itu ditambahkan air 3 - 4 liter air, lalu semprotkan pada tanaman cabai yang terkena hama.
Contoh pestisida organik untuk pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Bahan-bahannya: daun galinggang gajah 2,5 ons; daun tembakau 2,5 ons; daun thitonia 2,5 ons; daun lagundi 2,5 ons; garam 1 ons dan gambir 3 buah. Cara membuat: semua bahan-bahan berupa daun ditumbuk sampai halus, lalu masukan kedalam ember yang berisi 1 liter air bersih dan tambahkan garam, dibiarkan selama satu malam. Setelah itu saring larutan tersebut dan peras airnya sampai kering. Cairkan 3 buah gambir dengan satu gelas air panas dan campurkan kedalam larutan, aduk hingga merata, jadilah pestisida organik dan siap digunakan untuk mengendalikan antraknosa yang biasa menyerang tanaman cabai. Cara menggunakannya: masukkan larutan ke dalam tangki semprot berukuran 15 liter, tambahkan air bersih sampai penuh (perkirakan jangan sampai tumpah) dan aduk-aduk sampai rata. Pestisida organik ini sebaiknya disemprotkan sejak tanaman cabai mulai berbuah, seminggu sekali. Kemudian amati tanaman, apabila ada buah cabai yang terserang antraknosa segera dipetik dan dibuang keluar lahan. Waktu penyemprotan dilakukan pagi atau sore hari. Air semprotan harus berbentuk kabut biar merata dan teknik penyemprotan dilakukan dari bawah ke atas. Pada musim hujan dapat ditambahkan garam sebanyak 2,5 ons lagi pada larutan pestisida organik tersebut. Berdasarkan pengalaman, pestisida organik ini bisa mengendalikan serangan antraknosa sampai 80 %. Ramuan tidak tahan lama dan masih bisa dipakai selagi aromanya masih khas atau belum berubah. Apabila aromanya sudah berubah maka kemampuannya akan menurun, maka sebaiknya larutan dibuat setiap kali akan memakai. (Penulis: Susilo Astuti Handayani – Penyuluh Pertanian Pusluhtan)
Pestisida organik adalah obat-obatan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang dibuat dari bahan-bahan organik atau alami, seperti tumbuhan-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Oleh karena dibuat dari bahan-bahan organik yang terdapat di alam bebas, maka residunya mudah terurai dan mudah hilang sehingga lebih ramah lingkungan, tidak mencemarkan lingkungan, dan relatif aman bagi kesehatan manusia dan ternak. Pestisida organik digunakan jika sudah terdapat hama atau ada tanaman yang rusak, jika hanya terdapat sedikit kerusakan tanaman belum perlu digunakan.
Contoh pestisida organik untuk membasmi hama yang sering menyerah tanaman cabai, antara lain: lalat buah, trips, tungau, kutu kebul, dan penggorok daun jenis ulat. Bahan- bahannya: 1 ons bawang putih, 1 ons kunyit, 3 ons lengkuas, 3 batang sereh, dan merica secukupnya. Cara membuat: semua bahan ditumbuk atau dilumatkan sampai hancur, tambahkan air 1 liter dan didihkan sebentar. Setelah selesai pindahkan ke dalam wadah dan tambahkan sabun cuci yang biasa kita gunakan untuk mencuci piring secukupnya, aduk sampai rata, kemudian dinginkan. Lalu disaring dengan kain halus, agar tidak menyumbat semprotan, jadilah pestisida organik buatan sendiri yang dapat digunakan. Cara menggunakan: setiap 100 - 200 cc pestisida organik buatan itu ditambahkan air 3 - 4 liter air, lalu semprotkan pada tanaman cabai yang terkena hama.
Contoh pestisida organik untuk pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Bahan-bahannya: daun galinggang gajah 2,5 ons; daun tembakau 2,5 ons; daun thitonia 2,5 ons; daun lagundi 2,5 ons; garam 1 ons dan gambir 3 buah. Cara membuat: semua bahan-bahan berupa daun ditumbuk sampai halus, lalu masukan kedalam ember yang berisi 1 liter air bersih dan tambahkan garam, dibiarkan selama satu malam. Setelah itu saring larutan tersebut dan peras airnya sampai kering. Cairkan 3 buah gambir dengan satu gelas air panas dan campurkan kedalam larutan, aduk hingga merata, jadilah pestisida organik dan siap digunakan untuk mengendalikan antraknosa yang biasa menyerang tanaman cabai. Cara menggunakannya: masukkan larutan ke dalam tangki semprot berukuran 15 liter, tambahkan air bersih sampai penuh (perkirakan jangan sampai tumpah) dan aduk-aduk sampai rata. Pestisida organik ini sebaiknya disemprotkan sejak tanaman cabai mulai berbuah, seminggu sekali. Kemudian amati tanaman, apabila ada buah cabai yang terserang antraknosa segera dipetik dan dibuang keluar lahan. Waktu penyemprotan dilakukan pagi atau sore hari. Air semprotan harus berbentuk kabut biar merata dan teknik penyemprotan dilakukan dari bawah ke atas. Pada musim hujan dapat ditambahkan garam sebanyak 2,5 ons lagi pada larutan pestisida organik tersebut. Berdasarkan pengalaman, pestisida organik ini bisa mengendalikan serangan antraknosa sampai 80 %. Ramuan tidak tahan lama dan masih bisa dipakai selagi aromanya masih khas atau belum berubah. Apabila aromanya sudah berubah maka kemampuannya akan menurun, maka sebaiknya larutan dibuat setiap kali akan memakai. (Penulis: Susilo Astuti Handayani – Penyuluh Pertanian Pusluhtan)
sumber : cyber extension Kementrian Pertanian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar